Maturity model adalah
suatu metode untuk mengukur level pengembangan manajemen proses, yang
berarti adalah mengukur sejauh mana kapabilitas manajemen tersebut.
Seberapa bagusnya pengembangan atau kapabilitas manajemen tergantung
pada tercapainya tujuan-tujuan COBIT yang . Sebagai contoh adalah ada
beberapa proses dan sistem kritikal yang membutuhkan manajemen keamanan
yang lebih ketat dibanding proses dan sistem lain yang tidak begitu
kritikal. Di sisi lain, derajat dan kepuasan pengendalian yang
dibutuhkan untuk diaplikasikan pada suatu proses adalah didorong pada
selera resiko Enterprise dan kebutuhan kepatuhan yang diterapkan.
Penerapan yang tepat pada tata kelola TI di suatu lingkungan Enterprise, tergantung pada pencapaian tiga aspek maturity (kemampuan, jangkauan dan kontrol). Peningkatan maturity akan mengurangi resiko dan meningkatkan efisiensi, mendorong berkurangnya kesalahan dan meningkatkan kuantitas proses yang dapat diperkirakan kualitasnya dan mendorong efisiensi biaya terkait dengan penggunaan sumber daya TI.
Penerapan yang tepat pada tata kelola TI di suatu lingkungan Enterprise, tergantung pada pencapaian tiga aspek maturity (kemampuan, jangkauan dan kontrol). Peningkatan maturity akan mengurangi resiko dan meningkatkan efisiensi, mendorong berkurangnya kesalahan dan meningkatkan kuantitas proses yang dapat diperkirakan kualitasnya dan mendorong efisiensi biaya terkait dengan penggunaan sumber daya TI.
Maturity model dapat digunakan untuk memetakan :
1. Status pengelolaan TI perusahaan pada saat itu.
2. Status standart industri dalam bidang TI saat ini (sebagai pembanding)
3. status standart internasional dalam bidang TI saat ini (sebagai pembanding)
4. strategi pengelolaan TI perusahaan (ekspetasi perusahaan terhadap posisi pengelolaan TI perusahaan)
Tingkat kemampuan pengelolaan TI pada skala maturity dibagi menjadi 6 level :
· Level 0(Non-existent); perusahaan tidak mengetahui sama sekali proses teknologi informasi di perusahaannya
· Level
1(Initial Level); pada level ini, organisasi pada umumnya tidak
menyediakan lingkungan yang stabil untuk mengembangkan suatu produk
baru. Ketika suatu organisasi kelihatannya mengalami kekurangan
pengalaman manajemen, keuntungan dari mengintegrasikan pengembangan
produk tidak dapat ditentukan dengan perencanaan yang tidak efektif,
respon sistem. Proses pengembangan tidak dapat diprediksi dan tidak
stabil, karena proses secara teratur berubah atau dimodifikasi selama
pengerjaan berjalan beberapa form dari satu proyek ke proyek lain.
Kinerja tergantung pada kemampuan individual atau term dan varies dengan keahlian yang dimilikinya.
· Level
2(Repeatable Level); pada level ini, kebijakan untuk mengatur
pengembangan suatu proyek dan prosedur dalam mengimplementasikan
kebijakan tersebut ditetapkan. Tingkat efektif suatu proses manajemen
dalam mengembangankan proyek adalah institutionalized, dengan
memungkinkan organisasi untuk mengulangi pengalaman yang berhasil dalam
mengembangkan proyek sebelumnya, walaupun terdapat proses tertentu yang
tidak sama. Tingkat efektif suatu proses mempunyai karakteristik
seperti; practiced, dokumentasi, enforced, trained, measured, dan dapat ditingkatkan. Product requirement dan dokumentasi perancangan selalu dijaga agar dapat mencegah perubahan yang tidak diinginkan.
· Level
3(Defined Level); pada level ini, proses standar dalam pengembangan
suatu produk baru didokumentasikan, proses ini didasari pada proses
pengembangan produk yang telah diintegrasikan. Proses-proses ini
digunakan untuk membantu manejer, ketua tim dan anggota tim pengembangan
sehingga bekerja dengan lebih efektif. Suatu proses yang telah
didefenisikan dengan baik mempunyai karakteristik; readiness criteria, inputs,
standar dan prosedur dalam mengerjakan suatu proyek, mekanisme
verifikasi, output dan kriteria selesainya suatu proyek. Aturan dan
tanggung jawab yang didefinisikan jelas dan dimengerti. Karena proses
perangkat lunak didefinisikan dengan jelas, maka manajemen mempunyai
pengatahuan yang baik mengenai kemajuan proyek tersebut. Biaya, jadwal
dan kebutuhan proyek dalam pengawasan dan kualitas produk yang diawasi.
· Level
4(Managed Level); Pada level ini, organisasi membuat suatu matrik untuk
suatu produk, proses dan pengukuran hasil. Proyek mempunyai kontrol
terhadap produk dan proses untuk mengurangi variasi kinerja proses
sehingga terdapat batasan yang dapat diterima. Resiko
perpindahan teknologi produk, prores manufaktur, dan pasar harus
diketahui dan diatur secara hati-hati. Proses pengembangan dapat
ditentukan karena proses diukur dan dijalankan dengan limit yang dapat
diukur.
· Level
5(Optimized Level); Pada level ini, seluruh organisasi difokuskan pada
proses peningkatan secara terus-menerus. Teknologi informasi sudah
digunakan terintegrasi untuk otomatisasi proses kerja dalam perusahaan,
meningkatkan kualitas, efektifitas, serta kemampuan beradaptasi
perusahaan. Tim pengembangan produk menganalisis kesalahan dan defects
untuk menentukan penyebab kesalahannya. Proses pengembangan melakukan
evaluasi untuk mencegah kesalahan yang telah diketahui dan defects agar
tidak terjadi lagi.
0 Responses so far.
Post a Comment